ArtikelWarisan Budaya

Menilik Kembali Pasar Johar Semarang, Pasar Terbesar di Asia Tenggara pada Masanya

23
×

Menilik Kembali Pasar Johar Semarang, Pasar Terbesar di Asia Tenggara pada Masanya

Share this article
Pasar Johar dibangun tahun 1939 dan masih berdiri kokoh hingga kini.

Media Waradhana –  Pasar Johar Semarang memiliki sejarah yang panjang dan memiliki peran penting bagi kehidupan masyarakat di Kota Semarang. Tidak hanya sebagai tempat jual beli biasa, pasar ini pernah dinobatkan sebagai pasar terbesar di Asia Tenggara sehingga memiliki peran yang begitu besar dalam membangkitkan perekonomian Kota Semarang. 

Pasar Johar Semarang memiliki nama unik karena diambil dari nama pohon johar yang dahulu banyak tumbuh di sekitar kawasan tersebut. Pasar ini dirancang oleh seorang tokoh Belanda bernama Ir. Thomas Karsten pada tahun 1933 dan memulai kisah sejarahnya di tahun 1960. Pada saat itu, Karsten merancang bangunan ini di kawasan dekat alun-alun Kota Semarang dan gedung penjara tua. 

Potret bangunan Pasar Johar masa lampau yang saat ini masih berdiri kokoh.

Saat ini Pasar Johar masih berdiri kokoh dan terbagi menjadi empat wilayah, yakni Pasar Johar Selatan, Pasar Johar Tengah, Pasar Johar Utara, dan Pasar Johar Kanjengan. Bangunan dari Pasar Johar masih mempertahankan arsitektur Belanda dengan tiang-tiang yang menjulang tinggi. Walaupun pernah mengalami kebakaran hebat di tahun 2015, bangunan Pasar Johar tidak kehilangan ciri khasnya sebagai bangunan bersejarah. 

Hal ini dituturkan oleh penjual konveksi sekaligus seniman di Kota Semarang, Henggemadi. Revitalisasi dilakukan pada tiang-tiang penyangga yang sudah lapuk dan rusak akibat kebakaran yang terjadi. 

“Setelah di renovasi bagus, hanya nambah-nambahi sedikit, kayak saka-saka ini dari samping sana sampai pintu dan itu jati semua terus atapnya asli, jadi semua ini cagar budaya gak boleh diubah,” kata Henggemadi, Sabtu (11/05).

Ia juga menjelaskan bahwa hal tersebut menjadikan Pasar Johar sebagai salah satu destinasi wisata, baik bagi para wisatawan lokal maupun asing dari Jerman dan Australia. Para wisatawan datang tidak hanya untuk melihat bangunan Pasar Johar yang unik dan bersejarah saja, tetapi mereka juga  membeli barang dagangan para penjual. 

“Orang Jerman, Australia, Prancis itu banyak yang datang tinggi-tinggi terus liat-liat, pernah saya dibeli orang Jerman waktu itu,” tutur Henggemadi, Sabtu (10/05).

Henggemadi juga menuturkan bahwa terdapat tantangan yang dihadapi oleh pedagang di Pasar Johar. Adanya online shop menjadi musuh terbesar para pedagang sehingga strategi yang dilakukan para pedagang di Pasar Johar yakni ikut berjualan secara online mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, persaingan dengan pedagang pasar lain di Kota Semarang juga sangat berpengaruh.

“Kalau dulu Pasar Johar sangat berperan dalam ekonomi Semarang bisa, tapi sekarang kan bukan karena online saja tapi juga persaingan dengan pasar lain juga ada,” jelasnya. 

Penjual Pasar Johar yang semakin berkurang.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, Pasar Johar menjadi salah satu pasar yang terbesar dengan jumlah 7 ribu pedagang yang masih bertahan hingga sekarang. Namun, jumlah tersebut mengalami penurunan, selain karena semakin sepinya pembeli juga karena adanya perluasan dan pembukaan ruang baru di Pasar Johar.  Hal ini banyak dikeluhkan oleh pedagang, salah satunya oleh Tarno yang melakukan usaha konveksi.

“Mulai Covid-19 sampai sekarang itu agak drastis, pedagangnya aslinya 10 ribu, tapi sekarang cuman 7 ribu yang 3 ribu gak ada,” kata Tarno, Sabtu (11/05).

Ia juga menuturkan bahwa omzet berjualan konveksi yang ia lakukan selama 30 tahun semakin menurun. Hal ini ia rasakan ketika membayar retribusi ke pemerintah, jika dahulu bisa sampai 50 juta sehari, sekarang hanya bisa membayar 20 sampai 30 juta sehari.  

Setelah ditelusuri lebih dalam, penurunan jumlah pedagang terjadi karena adanya pandemi Covid-19 dan peristiwa kebakaran yang mengharuskan Pasar Johar direvitalisasi. Sejak revitalisasi inilah, baik jumlah pedagang dan pembeli mengalami penurunan. 

Seperti yang dikeluhkan oleh salah satu pedagang di Pasar Johar Kanjengan, Yakub, yang telah berjualan sembako selama 26 tahun dan 3 tahun ini sudah pindah ke Pasar Johar Kanjengan yang awalnya berjualan di Pasar Masjid Agung Semarang. Ia mengaku jualannya sepi pengunjung padahal fasilitas pasar sudah semakin meningkat. 

“Sudah 3 tahun disini, tapi jualannya belum laku gak ada orangnya disini gak ada pembeli, belum ramai makin ngenes ya iya,” keluh Yakub, Sabtu (11/05). 

Banyak ruang atau lapak yang masih kosong di Pasar Johar.

Imbas sepinya Pasar Johar terlihat dari banyaknya lapak pedagang yang kosong di lantai 1 hingga lantai 4. Hal ini tentu menjadi salah satu dampak dari sepinya pembeli yang berbelanja di Pasar Johar. Mereka mengharapkan Pasar Johar tetap ramai pembeli seperti sedia kala, mengingat beragamnya barang yang diperjualbelikan, mulai dari konveksi, sayur, buah, daging, kerajinan, dan masih banyak lagi. 

“Harapannya tetap rame seperti dulu, gak mungkin mau tetep sepi kaya gini gak mungkin,” ungkap Tarno. 

 

Credit: Media Waradhana/ Haifa Nisrinnaya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *