ArtikelMitologi dan Kepercayaan

Goa Kreo: Destinasi Wisata yang Sarat akan Legenda dan Sejarah di Baliknya

14
×

Goa Kreo: Destinasi Wisata yang Sarat akan Legenda dan Sejarah di Baliknya

Share this article
Gerbang depan tempat wisata Goa Kreo di Semarang. (Sumber foto: Fatimah Putri)

Media Waradhana – Salah satu kota di Indonesia yang memiliki segudang cerita sejarah adalah Kota Semarang. Semarang merupakan salah satu kota yang memiliki peranan penting pada saat Indonesia dijajah oleh Bangsa Belanda dahulu kala. Banyaknya peninggalan seperti Lawang Sewu, Kota Lama, Gereja Blenduk, dan Pasar Johar menjadi bukti sejarah peninggalan Belanda di Semarang. Kini, bangunan-bangunan tersebut dijadikan tempat wisata oleh Pemerintah Daerah (Pemda) dengan sederet cerita di baliknya. Selain itu, terdapat juga destinasi wisata favorit untuk dikunjungi yang memiliki cerita mitologi dan sejarah di baliknya, yakni Goa Kreo.

Goa Kreo merupakan destinasi wisata yang resmi dibuka dan dikelola oleh Pemda pada tahun 1986. Goa ini memakan waktu sekitar 30 menit dari pusat kota Semarang yang berlokasi di Jalan Raya Goa Kandri, Kecamatan Gunungpati. Tempat wisata ini mematok harga tiket sebesar Rp8.000 untuk hari biasa dan Rp10.000 untuk di hari Minggu atau hari libur. Masyarakat dapat sekaligus berwisata dan menambah wawasan sejarah karena tempat wisata ini menyimpan cerita legenda dan sejarah di dalamnya. 

Legenda Goa Kreo dengan Patung Kera di atasnya. (Sumber foto: Fatimah Putri)

Salah satu pengelola wisata, Mukmin, menyatakan bahwa Goa Kreo memiliki keterkaitan dengan Sunan Kalijaga. 

“Wisata Goa Kreo ini awalnya memang goa alam, tetapi kemudian memiliki kaitan dengan Masjid Demak pada waktu itu Sunan Kalijaga beserta sunan-sunan yang lain ketika ingin membangun Masjid Demak,” kata Mukmin saat ditemui pada Minggu (11/05). 

Dahulu kala, Sunan Kalijaga beserta sunan-sunan lainnya ingin membangun Masjid Demak dan membutuhkan empat saka sebagai tiang utama penyangga atap masjid. Sunan Kalijaga mendapati untuk mencari salah satu kayu tersebut ke arah selatan dan kemudian berhasil menemukan kayu jati di daerah gombel. Namun, kayu tersebut justru terbang setelah dipotong oleh Sunan Kalijaga. Akibat dari peristiwa itu, Sunan Kalijaga memutuskan untuk bersemedi sekaligus beristirahat di Goa Kreo. 

Tampak depan Goa Kreo. (Sumber foto: Fatimah Putri)

Setelah bersemedi di goa, Sunan Kalijaga melanjutkan perjalanannya untuk mencari kayu jati. Ketika sedang melakukan perjalanan, Sunan Kalijaga bertemu dengan sekelompok penjahat yang kemudian terjadilah pertarungan. Pertarungan tersebut dimenangkan oleh Sunan Kalijaga dan berhasil mendapatkan kayu jati di tengah perjalanan. 

Sunan Kalijaga membawa kayu tersebut dengan dialirkan melewati sungai agar mempermudah sampai ke Demak. Tetapi, kayu tersebut malah tersangkut dan bagian ujungnya terjepit. Alhasil, kayu jati itu tidak dapat dialirkan ke Demak. 

Ketika dalam kondisi kesulitan, Sunan Kalijaga dihampiri empat ekor kera dengan warna yang berbeda-beda, yakni warna hitam, putih, kuning, dan merah. Empat ekor kera tersebut ingin membantu Sunan Kalijaga yang tengah kesusahan karena kayu jati yang dibawa tersangkut di aliran sungai. 

Patung legenda empat ekor kera di Goa Kreo. (Sumber foto: Fatimah Putri)

Setelah membantu Sunan Kalijaga, keempat kera tersebut berkeinginan untuk ikut dengan Sunan Kalijaga dan menawarkan menjadi pengikut beliau. Namun, Sunan Kalijaga menolak tawaran tersebut karena mereka adalah sekelompok hewan. Akhirnya, Sunan Kalijaga meminta kepada keempat kera tersebut untuk tetap di Goa Kreo dan merawat sekawanan kera lainnya. 

Selain cerita legenda yang melekat, Goa Kreo masih memiliki tradisi yang dipertahankan hingga saat ini. 

“Kalau untuk tradisi disini masih (ada), mbak. Awalnya namanya itu Nyadran Goa yang dilaksanakan oleh warga sini, setelah diketahui dan dikelola oleh Pemda terus akhirnya sekarang ditambah menjadi Sesaji Rewanda,” ungkap Mukmin. 

Mukmin mengungkapkan bahwa Tradisi Sesaji Rewanda memiliki tujuan untuk meminta dan memohon agar di Goa Kreo tidak ada kendala dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Ia juga menambahkan agar semua yang berkunjung ke Goa Kreo sehat dan selamat. Sesaji Rewanda dilaksanakan setelah tiga hari lebaran dilakukan dengan membawa arak-arakan yang berisikan hasil bumi seperti buah-buahan, sembako, dan sayuran. Terdapat juga sesaji yang disebut dengan sego kethek atau nasi monyet yang berbentuk gunungan dengan isi nasi, sayuran, buah-buahan, dan lauk pauk. Nantinya, sego kethek tersebut akan diberikan kepada monyet-monyet yang ada di Goa Kreo. 

Kawanan monyet di kawasan objek wisata. (Sumber foto: Fatimah Putri)

Meskipun Goa Kreo memiliki cerita sejarah yang melekat, goa ini tidak memiliki mitos atau pantangan spesifik yang harus dipatuhi oleh setiap pengunjung. Tetapi, perlu diingat untuk tetap menjaga etika baik secara perkataan maupun perbuatan dimanapun kita berada. 

“Kalau disini (Goa Kreo) itu yang jelas mitos itu kayanya sudah ngga ada cuman ya yang penting kalo disini itu kita ya sudah tujuannya untuk menikmati. Asalkan niat kita untuk berkunjung melihat alam ya semoga tidak ada apa-apa,” imbuh Mukmin. 

Goa Kreo menjadi salah satu destinasi favorit di Semarang bukan tanpa alasan. Adanya daya tarik yang unik membuat Goa Kreo ini dikunjungi oleh banyak wisatawan. 

“Daya tariknya Goa Kreo itu karena memang Goa Kreo itu wisata alam yang dihuni oleh kera-kera liar yang jinak sama orang. Jadi itu menariknya Goa Kreo dari tempat wisata yang lain,” tutup Mukmin. 

 

Credit: Media Waradhana/ Fatimah Putri

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *