Media Waradhana – Di tengah derasnya arus modernisasi yang kian menggerus nilai-nilai budaya tradisional, Universitas Negeri Semarang (Unnes) kembali menunjukkan komitmennya dalam melestarikan warisan budaya nusantara melalui penyelenggaraan Unnes Menari. Acara tahunan yang digelar untuk memperingati Hari Tari Dunia ini telah menjadi manifestasi upaya akademisi dan mahasiswa dalam menjaga eksistensi tarian tradisional, khususnya dari Jawa Tengah.
Dengan mengusung semangat “Nguri-uri Budaya Jawi” (Melestarikan Budaya Jawa), gelaran Unnes Menari tahun ini menampilkan beragam tarian tradisional dari berbagai daerah di Jawa Tengah, dengan sorotan khususnya pada Lengger Banyumasan yang kaya akan nilai filosofis dan keindahan gerak.
“Unnes Menari sudah menjadi agenda tahunan untuk memperingati Hari Tari Dunia. Hal ini dilakukan agar nilai-nilai seni tari tidak dilupakan dan memberikan efek besar bagi mahasiswa seni,” ungkap mahasiswa Pendidikan Seni Tari yang menjadi salah satu panitia penyelenggara, Ratu.
Kegiatan yang diprakarsai oleh Program Studi Pendidikan Seni Tari Unnes ini tidak hanya bertujuan untuk mengapresiasi kesenian tari, tetapi juga sebagai wahana edukasi dan pelestarian budaya lokal agar tetap hidup di tengah masyarakat modern.
Dalam implementasinya, panitia menerapkan strategi yang terstruktur dan sistematis untuk memastikan keberagaman tarian yang ditampilkan.
“Kami melakukan pembagian tugas dengan setiap angkatan menampilkan tarian dari daerah tertentu di Jawa Tengah. Pemilihan daerahnya diserahkan kepada masing-masing angkatan, dengan ketentuan utama harus berasal dari Jawa Tengah,” jelas Ratu.
Pendekatan ini tidak hanya memungkinkan representasi yang lebih luas dari warisan budaya Jawa Tengah, tetapi juga memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan mereka tentang tarian dari berbagai daerah.
Lengger Banyumasan merupakan tarian tradisional yang berasal dari daerah Banyumas, Jawa Tengah. Secara etimologis, kata “Lengger” berasal dari dua kata dalam bahasa Jawa, yaitu “leng” yang berarti lubang dan “jengger” yang berarti mahkota pada kepala ayam jantan, melambangkan keseimbangan antara feminin dan maskulin.
Pada mulanya, tarian ini merupakan ritual kesuburan yang dipersembahkan untuk Dewi Sri, dewi kesuburan dalam kepercayaan masyarakat Jawa. Seiring berjalannya waktu, Lengger Banyumasan bertransformasi menjadi seni pertunjukan yang menghibur sekaligus memiliki nilai edukasi tinggi.
Seorang mahasiswa Seni Tari yang membawakan tarian Lengger Banyumasan dalam acara Unnes Menari, Destry, mengungkapkan bahwa tarian ini memiliki ragam gerak yang sarat makna.
“Salah satu gerakan yang paling bermakna adalah ‘entra’, yang menggambarkan hubungan antara Tuhan dengan manusia,” jelasnya.
Setiap gerakan dalam Lengger Banyumasan tidak sekadar menampilkan keindahan visual, tetapi juga mengandung filosofi mendalam tentang kehidupan manusia. Gerakan-gerakan yang lincah dan dinamis mencerminkan semangat hidup masyarakat Banyumas yang penuh keceriaan dan kebersamaan.
Penari Lengger Banyumasan mengenakan kostum tradisional yang khas dan mencolok, meliputi kebaya dengan warna-warna cerah yang melambangkan keceriaan, jarik dengan motif khas Banyumas yang menunjukkan identitas lokal, sampur atau selendang yang digunakan sebagai properti dalam tarian, dan perhiasan kepala yang mencerminkan keanggunan dan keagungan. Riasan wajah penari juga dibuat mencolok untuk menambah daya tarik visual dan memperkuat ekspresi dalam menari.
Iringan musik yang mengiringi Lengger Banyumasan memiliki keunikan tersendiri berupa gamelan calung, yaitu alat musik yang terbuat dari bambu. Suara ritmis dan melodis dari calung memberikan nuansa khas yang energik dan bersemangat, selaras dengan karakteristik gerak tarian yang dinamis.
Harmonisasi antara gerak tari dan iringan musik calung menciptakan pengalaman estetik yang komprehensif, memukau penonton, sekaligus menanamkan rasa kebanggaan terhadap kekayaan budaya lokal.
Kegiatan Unnes Menari tidak hanya menarik perhatian masyarakat lokal, tetapi juga mahasiswa internasional. Mahasiswa dari Malaysia yang sedang menempuh pendidikan di Program Studi Pendidikan Nonformal (PNF) angkatan 2023, Aisya Azima, berbagi kesan positifnya setelah menyaksikan pertunjukan tersebut.
“Karena saya bukan dari Indonesia, tepatnya dari Malaysia, menurut saya tarian ini keren banget. Ternyata banyak tarian yang belum saya kenal, dan dari sini saya mulai tahu banyak tarian dan saya suka,” ungkap Aisya dengan antusias.
Kesan positif ini menunjukkan bagaimana seni tari tradisional mampu menjadi jembatan budaya yang menghubungkan Indonesia dengan dunia internasional, sekaligus membangun pemahaman lintas budaya yang lebih mendalam.
Di tengah gempuran budaya global dan teknologi digital, pelestarian seni tari tradisional menghadapi tantangan yang tidak ringan. Generasi muda cenderung lebih tertarik pada hiburan modern yang dianggap lebih sesuai dengan zamannya.
Untuk menjawab tantangan ini, Unnes Menari terus berinovasi dengan mengintegrasikan elemen modern dalam penyajian tarian tradisional, tanpa mengurangi esensi dan nilai-nilai aslinya. Pemanfaatan media sosial dan platform digital juga dilakukan untuk memperluas jangkauan dan meningkatkan apresiasi masyarakat terhadap tarian tradisional.
Keberlanjutan upaya pelestarian seni tari tradisional membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Kolaborasi antara institusi pendidikan, pemerintah daerah, komunitas seni, dan pelaku industri kreatif menjadi kunci dalam mengembangkan ekosistem yang mendukung eksistensi tarian tradisional.
“Kami berharap acara Unnes Menari dapat menginspirasi lebih banyak inisiatif serupa di berbagai tingkat pendidikan, sehingga semakin banyak generasi muda yang terlibat dalam pelestarian budaya tari,” harap Ratu.
Unnes Menari telah membuktikan bahwa seni tari tradisional masih memiliki relevansi dan daya tarik di era modern. Dengan pendekatan yang inovatif dan inklusif, kegiatan ini tidak hanya berhasil memperkenalkan keindahan tarian tradisional Jawa Tengah kepada masyarakat luas, tetapi juga menanamkan rasa cinta dan kebanggaan terhadap warisan budaya bangsa.
Ke depannya, diharapkan semakin banyak institusi pendidikan dan komunitas seni yang mengambil peran aktif dalam pelestarian seni tari tradisional. Dengan demikian, warisan budaya tak benda ini akan tetap hidup dan berkembang, menjadi identitas bangsa yang dikenal dan dihargai di kancah global.
Credit: Media Waradhana/ Khalisha Salsabila