ArtikelWarisan Budaya

Revitalisasi Warisan Budaya: Museum Ranggawarsita di Era Modern

3
×

Revitalisasi Warisan Budaya: Museum Ranggawarsita di Era Modern

Share this article
Gunungan Wayang raksasa, simbol filosofi hidup Jawa yang menjadi ikon ruang pamer Museum Ranggawarsita. (Sumber foto: Emir Shidqi)

Media Waradhana – Di tengah derasnya arus digitalisasi dan gaya hidup serba cepat, keberadaan museum sering kali dianggap usang. Namun, Museum Ranggawarsita di Semarang justru membuktikan sebaliknya. Sebagai salah satu museum terbesar di Jawa Tengah, tempat ini terus berbenah diri untuk tetap relevan di mata publik, khususnya generasi muda. Upaya revitalisasi yang dilakukan dalam beberapa tahun terakhir menjadi bukti nyata komitmen menjaga warisan budaya sembari menyesuaikan diri dengan tantangan zaman.

Diresmikan pada tahun 1989, Museum Ranggawarsita dikenal sebagai museum dengan koleksi terlengkap di Jawa Tengah, mencakup sejarah, geologi, etnografi, hingga seni budaya. Namun, dalam perjalanannya, museum ini sempat mengalami penurunan jumlah pengunjung karena dianggap kurang menarik dan kurang interaktif.

Revitalisasi mulai dilakukan secara bertahap sejak tahun 2022. Salah satu fokus utama adalah digitalisasi koleksi. Kini, pengunjung bisa menikmati informasi melalui layar interaktif dan QR code yang terhubung dengan penjelasan multimedia. Pameran temporer juga mulai rutin digelar dengan tema-tema kekinian yang menyasar minat kaum muda.

Salah satu staf edukator Museum Ranggawarsita, Dwi Lestari, menjelaskan bahwa pendekatan baru ini terbukti efektif.

“Dulu pengunjung kebanyakan hanya melihat-lihat. Sekarang mereka bisa belajar sambil bermain. Kami juga mengadakan workshop membatik, membikin wayang kertas, dan tur edukatif untuk pelajar,” ujarnya.

Tak hanya dalam tata pameran, Museum Ranggawarsita juga merambah ke media sosial. Akun Instagram dan TikTok museum kini aktif membagikan konten-konten edukatif dengan visual menarik, seperti fakta budaya, behind-the-scenes perawatan koleksi, hingga tantangan kuis sejarah.

Kepala bagian promosi, Maya Puspitasari, menyebut langkah ini sebagai bentuk adaptasi terhadap perilaku konsumsi informasi masyarakat masa kini.

“Anak muda sekarang lebih dekat dengan ponsel. Jadi kami bawa museum ke genggaman mereka. Ternyata responsnya luar biasa. Banyak yang datang karena tahu dari Instagram,” kata Maya.

Perubahan ini mendapat sambutan hangat dari pengunjung. Mahasiswa program studi Sejarah dari Universitas Negeri Semarang (Unnes), Rizky Hadi,  mengaku terkesan dengan tampilan baru museum.

“Saya ke sini waktu SD, dan sekarang suasananya beda banget. Lebih modern, lebih rapi, dan penjelasannya mudah dipahami. Bahkan saya jadi ingin bikin konten edukasi dari sini,” ujarnya.

Sementara itu, seorang ibu rumah tangga yang datang bersama anaknya, Nur Aisyah, menilai museum ini kini jauh lebih ramah keluarga.

“Anak saya senang banget lihat diorama dan ikut mewarnai wayang. Saya jadi bisa mengenalkan budaya ke dia tanpa harus ke tempat yang terlalu formal,” katanya.

Revitalisasi bukan hanya soal pembaruan fisik atau teknologi, tapi juga tentang bagaimana museum bisa tetap menjadi penjaga nilai-nilai budaya bangsa. Di tengah tantangan globalisasi, Museum Ranggawarsita berusaha mempertahankan fungsinya sebagai ruang refleksi sejarah dan identitas Jawa Tengah.

“Kami ingin museum ini menjadi tempat yang hidup, bukan sekadar tempat menyimpan benda mati. Warisan budaya harus bisa dirasakan, dipelajari, dan dicintai oleh masyarakat,” tutup Dwi Lestari.

Dengan berbagai inovasi yang terus dilakukan, Museum Ranggawarsita membuktikan bahwa warisan budaya bukanlah sesuatu yang kuno, melainkan pondasi penting untuk menatap masa depan. Museum bukan hanya ruang nostalgia, tetapi juga laboratorium kebudayaan yang terus berkembang. 

 

Credit: Media Waradhana/ Emir Shidqi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *